Header Ads

Teater Matahari Pentaskan Balada Sumarah di Garasi Rumah Oettara

BALADA Sumarah, sebuah pementasan teater monolog yang berhasil membuat penonton terpukau. Pementasan ini dilaksanakan selama dua malam, malam Sabtu dan malam Minggu (4 – 5 Februari). Diperankan oleh aktor Rine Sundhari dan disutradarai oleh Edi Sutardi atas nama kelompok Teater Matahari. 


Konsep pertunjukan yang sederhana dilaksanakan di garasi Rumah Oettara dengan jumlah penonton hanya untuk maksimal 40 orang penonton. Dengan durasi kurang lebih 45 menit, Sumarah sebagai tokoh utama dalam naskah menceritakan bagaimana kisah hidupnya yang ironis berhasil membuat penonton turut merasakan kepedihan hidupnya. Dengan setting sebuah kursi dan penataan lampu oleh M Sadli, penonton menikmati sajian dari Teater Matahari.

Setelah pementasan selesai, dilanjutkan dengan sesi diskusi mengenai karya. Edi Sutardi selaku sutradara menjelaskan bahwa naskah Balada Sumarah karya ibu Tentrem ini memiliki pesan-pesan dan nilai yang luar biasa dan juga kompleksitas naskah, mulai dari sebuah tragedi histori bangsa Indonesia, isu sosial, lingkungan, pendidikan hingga masalah kemanusiaan tersaji dalam naskah ini. 

Dipentaskan secara sederhana, tanpa adanya panggung yang berjarak dengan penonton atau setting artistik yang mewah, Sumarah tetap hadir menjadi sebuah pertunjukan yang memukau dengan pesan-pesan yang tersirat. Rumah Oettara yang menjadi kolaborator acara ini, menyediakan ruang garasi untuk giat seni, hal ini guna menghidupkan ruang-ruang alternatif pertunjukan, bukan hanya panggung konvensional dalam sebuah gedung namun objek ruang lainnya pun dapat menjadi pilihan untuk pementasan. 

Selain itu juga, Rumah Oettara secara terbuka menerima kerjasama untuk acara-acara seperti itu diskusi, pertunjukan hingga pemutaran film guna meningkatkan literasi. Acara monolog Balada Sumarah ini turut didukung oleh kelompok NSA PM dan JBK.co sehingga acara dapat terlaksana.

Sebelumnya Balada Sumarah ini telah dipentaskan secara virtual melalui youtube pada tahun 2020 lalu kala pandemi, dan sekarang mencoba dipentaskan secara langsung. Mengenai pementasan ini, Edi Sutardi berharap dapat mementaskan Balada Sumarah ke daerah lain, mulai dari daerah hulu Kalimantan Selatan hingga ke luar pulau Kalimantan. 

Keinginan Edi atau yang akrab disapa dengan Kang Edi ini rupanya disambut baik oleh beberapa orang yang kebetulan menonton, yang menawarkan agar monolog Balada Sumarah ini juga dapat ditampilkan di ruang dan daerah lain, seperti bang Ali Syamsudin Arsyi atau Bang ASA yang menawarkan agar monolog ini bisa  ditonton oleh murid-murid di SMP sehingga dapat menjadi edukasi bagaimana sebuah teater monolog dibawakan. 

Pada sesi diskusi juga mendapat apresiasi yang luar biasa dari penonton, seperti Pak HR Budiman selaku Ketua Komisi I DPRD Kota Banjarbaru yang datang mengapresiasi pementasan tersebut dari awal hingga akhir mengatakan jika monolog yang dibawakan oleh aktor berhasil membuatnya merasa “terpukul”. 

Beliau menyatakan jika pementasan ini memberikan banyak pelajaran bagi kita sebagai manusia, terlebih dalam naskah yang bercerita bagaimana kondisi pemerintahan, beliau selaku orang yang berada dalam lembaga pemerintah dan mewakili masyakat merasa jika pementasan ini menjadi refleksi bagi beliau.

Selain itu juga, Bang Budi Dayak memberikan tanggapan atas karya yang dibawakan memiliki gap yang jauh dengan generasi sekarang. Naskah yang di dalamnya terdapat sejarah masa kelam saat zaman revolusi tidak terlalu diketahui atau dikenal oleh generasi muda, ditambah lagi dengan tingkat literasi sekarang yang rendah dapat menjadi faktor penonton generasi muda kurang memahami sebagian isi dari naskah Balada Sumarah ini. Hal ini beliau ungkapkan menjadi tantangan bagi sutradara, Kang Edi, agar dapat mendekatkan gap tersebut.

Kang Edi mengungkapkan bahaya kalau teater mulai manja. Kang edi selaku sutradara memilih untuk mementaskan Balada Sumarah dengan artistik dan ruang sederhana, karena pada dasarnya tampil dapat dimana saja bukan hanya di dalam gedung dan di atas panggung tetapi kantong-kantong pertunjukan seperti ini dapat menjadi alternatif. (rilis) 

No comments

close
pop up banner