FEATURE: Angkat Mitos Buaya Gaib, Rizka Azizah Hayati Boyong Penghargaan
Di atas meja dengan taplak putih itu tidak terhidang makan malam,
melainkan terhampar kerangka besar kecoklatan semacam rongkongan
dinosaurus. Rongkongan itu memenuhi seluruh bagian meja.
Musa Bastara | BANJARMUDA.COM
Ekornya
terjurai sampai ke bawah meja dan leher juga kepala menjulang ke atas.
Gigi pada mulutnya tajam bergerigi. Jika diamati secara keseluruhan, itu
ternyata rangka seekor buaya dengan panjang enam meter!
Tapi
itu bukan fosil sungguhan, karena alih-alih tulang belulang, ternyata
terbuat dari kain-kain limbah. Bercak kecoklatan di permukaan kain yang
membikin ia kelihatan khas berasal dari warna alami karat besi. Menemani
rongkongan besar itu, dua rangka kepala buaya teronggok di atas meja
berbeda, sedangkan di dinding terlukis fosil seperti sisa-sisa penemuan
prasejarah.
Itulah Magical Crocodile,
karya seni instalasi garapan Rizka Azizah Hayati di perhelatan seni rupa
akbar Artjog. Acara yang dihelat pada 7 Juli hingga 4 September 2022 di
Jogja National Museum (JNM) itu, menampilkan karya seni dari 61 seniman
lintas generasi.
Tahun ini, Artjog mengambil subtema Expanding Awareness tentang isu kesadaran dan inklusivitas, yang merupakan rangkaian Artjog XXMMII bertema Arts-in-Common
yang digelar sejak 2019 dengan tematik ruang, waktu, dan kesadaran.
Setelah dua tahun mesti berjalan secara daring akibat pandemi, Artjog
tahun ini dibuka dengan format kunjung langsung untuk publik.
Pameran mencakup beberapa program terjadwal, seperti exhibition tour , meet the artist, weekly performance dan lokakarya. Pada acara pembukaan, diumumkan tiga penerima Young Artist Award Artjog MMXII. Salah satu penerimanya adalah Rizka Azizah Hayati, bersama Dzikra Afifah (24) dan Timoteus Anggawan Kusno (35).
Rizka Azizah Hayati (26) adalah seniman muda kelahiran Desa Bawahan
Pasar, Mataraman, Kabupaten Banjar, dan kini banyak bergiat di
Yogyakarta. Mitologi buaya gaib memang karib di daerahnya yang berjuluk
negeri seribu sungai. Mitos itu sendiri sering jadi bahan cerita dalam
berbagai versi, tapi paling sering dikaitkan sebagai penjaga sungai,
atau jelmaan dari leluhur. Dulu, sungai menjadi sarana transportasi
hingga berkembang jadi pusat kebudayaan.
Namun
seturut perkembangannya, menurut Rizka, budaya sungai mulai
ditinggalkan. Legenda manusia buaya sekarang cuma legenda manusia buaya.
Tak lebih. "Ini semacam kritikan bagaimana kesakralan sungai (kita)
sudah kurang ditakuti, bahkan cenderung diabaikan. Jadi manusia tidak
takut lagi dan dengan santai membuang sampah ke sungai, serta segala
macam," kata perempuan yang baru saja lulus dari studi seni rupa
pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut.
Meski aktif mengikuti pameran kolektif sejak 2018, Magical Crocodile
adalah karya perdananya di Artjog. Selama setahun, ia melakukan riset
untuk karya yang direncanakan sebagai karya berseri dengan tajuk Manusia Sungai
ini. Ia yang lebih dikenal menghasilkan karya-karya lukisan, khususnya
dengan gaya abstrak, pada kesempatan ini berusaha mengeksplorasi ke
media yang bisa dibilang "tak lazim".
Kain
kuning, misalnya, ia dapat dari makam-makam yang acap jadi penanda
keramat tak jauh dari rumahnya. Kain putih diperoleh dari warisan sang
kakek, sisa-sisa dari memandikan orang meninggal. Selain itu,
mukena-mukena tak terpakai dan kelambu milik neneknya serta bahan-bahan
tekstil lain, dimanfaatkan sebagai media buat karya instalasi keempatnya
ini.
"Sudah izin dan dibolehkan, kemudian dikirim dari Banjar," katanya.
Teknik pewarnaan kain memakai besi berkarat atau dalam istilahnya disebut rust dyeing sudah dua tahun ia tekuni. Teknik ini ia terapkan pada Magical Crocodile bukan tanpa alasan. Teknik rust dyeing dipilih kata dia, untuk melambangkan cerita-cerita sakral dari budaya kita yang telah dilupakan.
Untuk
bisa mengikuti pameran ini, ia mengirim proposal buat dua karya.
Keduanya diterima, tapi ruangan yang diberikan ternyata tak bisa
menampung du karya. Dengan begitu kemudian ia manfaatkan untuk satu
karya saja.
Menurut Rizka, ia tak menyangka menang di penghargaan seniman muda ini. "Masuk Artjog saja sudah senang," ungkapnya. (musa/sip)
Post a Comment